Wednesday, January 20, 2010

JADUAL AKTIVITI MINGGUAN MAJLIS TALIM DAN ZIKIR RIYADHUL JANNAH SANDAKAN

Aktiviti Majlis Talim dan Zikir Riyadhul Jannah Sandakan adalah seperti berikut:-

1. Hari Rabu malam Khamis - Bacaan Ratib Alhaddad selepas Isya'
2. Hari Khamis malam Jumaat - Bacaan Maulid AlHabsyi selepas Magrib/Isya.

semua hadirin dan hadirat sekalian di jemput hadir...

wassalamualaikum wbt.

Wednesday, January 13, 2010

Al Habib Hadi Al Kaff menerangi Kota Sandakan


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT dan selawat serta salam keatas junjungan baginda Rasulullah saw. Telah selesai sebahagian majlis dakwah di sabah khususnya di sandakan dan alhamdulillah perjalanan dakwah al Habib Hadi al Kaff telah berjalan lancar dan mendapat sambutan yang di luar dugaan. Kedatangan kali pertama sang guru yang tinggi akhlaknya, telah menerangi Kota Sandakan yang sekian lama tidak berseri. Tausiah-tausiah yang di sampaikan oleh sang guru kepada masyarakat Islam yang hadir di majlis-majlis beliau amatlah memberangsakan dan memberi kesan kepada sesiapa saya yang mendengarnya. semoga kota kita ini sering di kunjungi oleh para ulama agar terus sentiasa menyala dan menjadi sebuah kota dakwah islamiyah dalam mengikut perjalanan ahlu sunnah waljamaah (ASWAJA. aminn....

Wednesday, January 6, 2010

Jadual Program Penuh Dakwah Islamiyah Sabah 2010

Jadual Program:-

1. 07/01/2010 Khamis ( Masjid Kinarut, Kota Kinabalu )
2. 08/01/2010 Jumaat ( Masjid Jamek Kota Belud )
3. 09/01/2010 Sabtu ( Masjid Jamek Datuk Pangiran Galpam, Sandakan)
4. 10/01/2010 Ahad ( Masjid Jamek Sheikh Hasbollah Al Thaheri, Sandakan)
5. 11/01/2010 Isnin ( Masjid Nursyakirin, Indah Jaya, Sandakan)
6. 13/01/2010 Rabu ( Masjid Habib Abdurahman Alaidrus, Tawau)
7. 16/01/2010 Sabtu ( Masjid Beaufort)

Aturcara Majlis
- Solat Magrib berjemaah
- Bacaan Ratib Al Haddad
- Tausiah pertama oleh Al Ustadz Al Habib Muchsin Al Hamid
- Solat Isyak berjemaah
- Tausiah kedua oleh Al Ustadz Al Habib Hadi Al Kaff


semoga urusan dakwah islamiyah di sabah berjalan lancar dan mendapat redha dari ALLAH SWT..aminnnn
http://majlisriyadhuljannahsandakan.blogspot.com

Mengenal lebih dekat akan Al Habib Umar bin Hafidz


Habib Umar bin Hafidz

Beliau adalah al-Habib ‘Umar putera dari Muhammad putera dari Salim putera dari Hafiz putera dari Abd-Allah putera dari Abi Bakr putera dari‘Aidarous putera dari al-Hussain putera dari al-Shaikh Abi Bakr putera dari Salim putera dari ‘Abd-Allah putera dari ‘Abd-al-Rahman putera dari ‘Abd-Allah putera dari al-Shaikh ‘Abd-al-Rahman al-Saqqaf putera dari Muhammad Maula al-Daweela putera dari ‘Ali putera dari ‘Alawi putera dari al-Faqih al-Muqaddam Muhammad putera dari ‘Ali putera dari Muhammad Sahib al-Mirbat putera dari ‘Ali Khali‘ Qasam putera dari ‘Alawi putera dari Muhammad putera dari ‘Alawi putera dari ‘Ubaidallah putera dari al-Imam al-Muhajir to Allah Ahmad putera dari ‘Isa putera dari Muhammad putera dari ‘Ali al-‘Uraidi putera dari Ja’far al-Sadiq putera dari Muhammad al-Baqir putera dari ‘Ali Zain al-‘Abidin putera dari Hussain sang cucu laki-laki, putera dari pasangan ‘Ali putera dari Abu Talib dan Fatimah al-Zahra puteri dari Rasul Muhammad s.a.w.

Beliau terlahir di Tarim, Hadramaut, salah satu kota tertua di Yaman yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan berlimpahnya para ilmuwan dan para alim ulama yang dihasilkan kota ini selama berabad-abad. Beliau dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi keilmuan Islam dan kejujuran moral dengan ayahnya yang adalah seorang pejuang martir yang terkenal, Sang Intelektual, Sang Da’i Besar, Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim. Ayahnya adalah salah seorang ulama intelektual Islam yang mengabdikan hidup mereka demi penyebaran agama Islam dan pengajaran Hukum Suci serta aturan-aturan mulia dalam Islam. Beliau secara tragis diculik oleh kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal, semoga Allah mengampuni dosa-dosanya. Demikian pula kedua kakek beliau, al-Habib Salim bin Hafiz dan al-Habib Hafiz bin Abd-Allah yang merupakan para intelektual Islam yang sangat dihormati kaum ulama dan intelektual Muslim pada masanya. Allah seakan menyiapkan kondisi-kondisi yang sesuai bagi al-Habib ‘Umar dalam hal hubungannya dengan para intelektual muslim disekitarnya serta kemuliaan yang muncul dari keluarganya sendiri dan dari lingkungan serta masyarakat dimana ia dibesarkan.

Beliau telah mampu menghafal Al Qur’an pada usia yang sangat muda dan ia juga menghafal berbagai teks inti dalam fiqh, hadith, Bahasa Arab dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan yang membuatnya termasuk dalam lingkaran keilmuan yang dipegang teguh oleh begitu banyaknya ulama-ulama tradisional seperti Muhammad bin ‘Alawi bin Shihab dan al-Shaikh Fadl Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim yang terkenal itu. Maka beliau pun mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan dari ayahnya yang meninggal syahid, al-Habib Muhammad bin Salim, yang darinya didapatkan cinta dan perhatiannya yang mendalam pada da’wah dan bimbingan atau tuntunan keagamaan dengan cara Allah s.w.t. Ayahnya begitu memperhatikan sang ‘Umar kecil yang selalu berada di sisi ayahnya di dalam lingkaran ilmu dan dhikr.
Namun secara tragis, ketika al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk sholat Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan sang ‘Umar kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahwa tanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang Da‘wah sama seperti seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya di masa kecil sebelum beliau mati syahid. Sejak itu, dengan sang bendera dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai, secara bersemangat, perjalanan penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis dan da’wah. Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun orang tua di mesjid-mesjid setempat dimana ditawarkan berbagai kesempatan untuk menghafal Al Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu tradisional.

Ia sesungguhnya telah benar-benar memahami Kitab Suci sehingga ia telah diberikan sesuatu yang khusus dari Allah meskipun usianya masih muda. Namun hal ini mulai mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan beliau dikirim ke kota al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda.

Disana dimulai babak penting baru dalam perkembangan beliau. Masuk sekolah Ribat di al-Bayda’ ia mulai belajar ilmu-ilmu tradisional dibawah bimbingan ahli dari yang Mulia al-Habib Muhammad bin ‘Abd-Allah al-Haddar, semoga Allah mengampuninya, dan juga dibawah bimbingan ulama mazhab Shafi‘i al-Habib Zain bin Sumait, semoga Allah melindunginya. Janji beliau terpenuhi ketika akhirnya ia ditunjuk sebagai seorang guru tak lama sesudahnya. Ia juga terus melanjutkan perjuangannya yang melelahkan dalam bidang Da‘wah.

Kali ini tempatnya adalah al-Bayda’ dan kota-kota serta desa-desa disekitarnya. Tiada satu pun yang terlewat dalam usahanya untuk mengenalkan kembali cinta kasih Allah dan Rasul-Nya s.a.w pada hati mereka seluruhnya. Kelas-kelas dan majelis didirikan, pengajaran dimulai dan orang-orang dibimbing. Usaha beliau yang demikian gigih menyebabkannya kekurangan tidur dan istirahat mulai menunjukkan hasil yang besar bagi mereka tersentuh dengan ajarannya, terutama para pemuda yang sebelumnya telah terjerumus dalam kehidupan yang kosong dan dangkal, namun kini telah mengalami perubahan mendalam hingga mereka sadar bahwa hidup memiliki tujuan, mereka bangga dengan indentitas baru mereka sebagai orang Islam, mengenakan sorban/selendang Islam dan mulai memusatkan perhatian mereka untuk meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Sang Rasul Pesuruh Allah s.a.w.

Sejak saat itu, sekelompok besar orang-orang yang telah dipengaruhi beliau mulai berkumpul mengelilingi beliau dan membantunya dalam perjuangan da‘wah maupun keteguhan beliau dalam mengajar di berbagai kota besar maupun kecil di Yaman Utara. Pada masa ini, beliau mulai mengunjungi banyak kota-kota maupun masyarakat diseluruh Yaman, mulai dari kota Ta’iz di utara, untuk belajar ilmu dari mufti Ta‘iz al-Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya yang mulai menunjukkan pada beliau perhatian dan cinta yang besar sebagaimana ia mendapatkan perlakuan yang sama dari Shaikh al-Habib Muhammad al-Haddar sehingga ia memberikan puterinya untuk dinikahi setelah menyaksikan bahwa dalam diri beliau terdapat sifat-sifat kejujuran dan kepintaran yang agung.

Tak lama setelah itu, beliau melakukan perjalanan melelahkan demi melakukan ibadah Haji di Mekkah dan untuk mengunjungi makam Rasul s.a.w di Madinah. Dalam perjalanannya ke Hijaz, beliau diberkahi kesempatan untuk mempelajari beberapa kitab dari para ulama terkenal disana, terutama dari al-Habib ‘Abdul Qadir bin Ahmad al-Saqqaf yang menyaksikan bahwa di dalam diri ‘Umar muda, terdapat semangat pemuda yang penuh cinta kepada Allah dan Rasul-Nya s.a.w dan sungguh-sungguh tenggelam dalam penyebaran ilmu dan keadilan terhadap sesama umat manusia sehingga beliau dicintai al-Habib Abdul Qadir salah seorang guru besarnya. Begitu pula beliau diberkahi untuk menerima ilmu dan bimbingan dari kedua pilar keadilan di Hijaz, yakni al-Habib Ahmed Mashur al-Haddad dan al-Habib ‘Attas al-Habashi.

Sejak itulah nama al-Habib Umar bin Hafiz mulai tersebar luas terutama dikarenakan kegigihan usaha beliau dalam menyerukan agama Islam dan memperbaharui ajaran-ajaran awal yang tradisional. Namun kepopuleran dan ketenaran yang besar ini tidak sedikitpun mengurangi usaha pengajaran beliau, bahkan sebaliknya, ini menjadikannya mendapatkan sumber tambahan dimana tujuan-tujuan mulia lainnya dapat dipertahankan. Tiada waktu yang terbuang sia-sia, setiap saat dipenuhi dengan mengingat Allah dalam berbagai manifestasinya, dan dalam berbagai situasi dan lokasi yang berbeda. Perhatiannya yang mendalam terhadap membangun keimanan terutama pada mereka yang berada didekatnya, telah menjadi salah satu dari perilaku beliau yang paling terlihat jelas sehingga membuat nama beliau tersebar luas bahkan hingga sampai ke Dunia Baru.

Negara Oman akan menjadi fase berikutnya dalam pergerakan menuju pembaharuan abad ke-15. Setelah menyambut baik undangan dari sekelompok Muslim yang memiliki hasrat dan keinginan menggebu untuk menerima manfaat dari ajarannya, beliau meninggalkan tanah kelahirannya dan tidak kembali hingga beberapa tahun kemudian. Bibit-bibit pengajaran dan kemuliaan juga ditanamkan di kota Shihr di Yaman timur, kota pertama yang disinggahinya ketika kembali ke Hadramaut, Yaman. Disana ajaran-ajaran beliau mulai tertanam dan diabadikan dengan pembangunan Ribat al-Mustafa. Ini merupakan titik balik utama dan dapat memberi tanda lebih dari satu jalan, dalam hal melengkapi aspek teoritis dari usaha ini dan menciptakan bukti-bukti kongkrit yang dapat mewakili pengajaran-pengajaran di masa depan.

Kepulangannya ke Tarim menjadi tanda sebuah perubahan mendasar dari tahun-tahun yang ia habiskan untuk belajar, mengajar, membangun mental agamis orang-orang disekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta melarang yang salah. Dar-al-Mustafa menjadi hadiah beliau bagi dunia, dan di pesantren itu pulalah dunia diserukan. Dalam waktu yang dapat dikatakan demikian singkat, penduduk Tarim akan menyaksikan berkumpulnya pada murid dari berbagai daerah yang jauh bersatu di satu kota yang hampir terlupakan ketika masih dikuasai para pembangkang komunis. Murid-murid dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Kepulauan Comoro, Tanzania, Kenya, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat dan Kanada, juga negara-negara Arab lain dan negara bagian di Arab akan diawasi secara langsung oleh Habib Umar. Mereka ini akan menjadi perwakilan dan penerus dari apa yang kini telah menjadi perjuangan asli demi memperbaharui ajaran Islam tradisional di abad ke-15 setelah hari kebangkitan. Berdirinya berbagai institusi Islami serupa di Yaman dan di negara-negara lain dibawah manajemen al-Habib Umar akan menjadi sebuah tonggak utama dalam penyebaran Ilmu dan perilaku mulia serta menyediakan kesempatan bagi orang-orang awam yang kesempatan tersebut dahulunya telah dirampas dari mereka.

Habib ‘Umar kini tinggal di Tarim, Yaman dimana beliau mengawasi perkembangan di Dar al-Mustafa dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun dibawah manajemen beliau. Beliau masih memegang peran aktif dalam penyebaran agama Islam, sedemikian aktifnya sehingga beliau meluangkan hampir sepanjang tahunnya mengunjungi berbagai negara di seluruh dunia demi melakukan kegiatan-kegiatan mulianya.

Monday, January 4, 2010

BIOGRAFI AL USTADZ AL HABIB HADI AL KAFF


Bertakhaluq Dengan Syeikh

Meskipun seorang gurunya (syeikh) telah meninggal, tetapi sang murid tetap mempunyai hubungan bathin. Dengan bertakhaluq(berpegangan) kepada guru-gurunya, Habib Hadi senantiasa dibimbing untuk mensyiarkan dakwah

Setiap Ahad, ratusan kyai dan ustadz dari berbagai pelosok daerah Malang mengikuti pengajian rutin di majelis Ahlussunah Wal Jama’ah (Aswaja) di Jl Kayu Tangan, dekat alun-alun Kota Malang yang diasuh oleh KH Abdullah Iskandar. Pengajian ini di belakang hari banyak dipimpin Habib Hadi bin Alwi Al-Kaff, karena KH Abdullah Iskandar sudah sepuh.
Habib Hadi adalah guru dan ustadz tempat bertanya yang cukup terkenal sebagai mubalig pada berbagai pengajian di Malang dan sekitarnya. Sosoknya hangat, dan enak diajak bicara tentang banyak hal. Bicaranya pelan, tapi teratur.
Hari-hari Habib Hadi juga diisi dengan mengisi pengajian dari kampung ke kampung di berbagai pelosok Kota Malang dan sekitarnya. Metode pengajiannya bukan hanya ceramah, tapi juga dialog. Seperti halnya kebanyakan ulama dan mubalig, masa kecil Habib Hadi sangat ketat dalam pendidikan agama. “Saya tidak pernah mengaji di pesantren. Ilmu agama saya peroleh berkat bimbingan langsung dari ayah dan ibu saya,” katanya lagi.
Dari dahulu sampai sekarang Habib Hadi dalam berdakwah juga tidak membeda-bedakan madzab dan medan dakwah. Ia berdakwah di berbagai kalangan. Bahkan di tempat Al-Irsyad di Bondowoso juga ia mengajar, karena merasa cocok dengan metode belajar yang disampaikan Habib Hadi. ”Saya mendapat dukungan oleh Ustadz Hasan Baharun (Bondowoso).”
Lahir di Malang, pada 29 Juni 1947, ia putra Habib Alwi bin Hasan Al-Kaff ke-16 dari 31 bersaudara. Ibundanya, bernama Syarifah Futum, putri dari Habib Abdurahman bin Ali bin Syekh Abubakar bin Salim. Jadi Habib Hadi masih termasuk cucu dari Habib Abdurahman bin Syekh Abubakar, seorang ulama yang terkenal sebagai ulama yang saleh dan perintis gerakan dakwah ke desa-desa sekitar Malang. Gerakan dakwah Habib Abdurahman ini dilanjutkan oleh menantu cucu beliau, Ustadz Habib Alwi bin Salim Alaydrus.
Habib Hadi mengenyam pendidikan Madrasah di Pondok Pesantren Darul Hadits Malang yang diasuh oleh Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih dari tahun 1953 sampai tahun 1967. Habib Hadi sebenarnya punya kesempatan untuk belajar di Madinah (Saudi) namun, karena Pemerintah Republik Indonesia pada waktu itu melarang pelajar Indonesia untuk berangkat ke Saudi, kecuali yang mempergunakan beasiswa pemerintah.
Akhirnya ia mengaji ilmu Nahwu (tata bahasa Arab) selama kurang lebih dua tahun (1967-1969) secara private kepada Habib Abdurahman bin Muhammad Mauladawilah di rumahnya, di samping masjid Al-Huda, Malang setiap usai shalat Subuh. Kitab yang diajarkan pada waktu itu adalah Jumriyah, Syarh Ibn Dahlan, Kafrowy dan Kawakib.
Selain belajar pada Habib Abdurahman, pada tahun itu juga Habib Hadi belajar secara private kepada Habib Alwi bin Salim Alaydrus. Habib Hadi mengaku sangat terkesan dengan metode mengajar dari Habib Alwi, “Beliau adalah seorang guru yang alim, luas, tawadhu’ lagi bijaksana. Pernah beliau mendengar ada yang mengatakan bahwa, ’Hadi Al-Kaff tidak punya Syeikh (guru pembimbing)’. Beliau spontan marah seraya berkata,’Katakan pada mereka bahwa,’saya adalah Syeikh dari Habib Hadi’.
Mendengar pengakuan dari Habib Alwi bin Salim Alaydrus, Habib Hadi bin Alwi Al-Kaff sangat gembira atas pernyataan tersebut. Ustadz Alwi juga berpesan kepada Habib Hadi untuk lebih memantapkan hatinya, ”Kalau kamu takhaluq (berpegangan dengan guru, biasanya seorang syekh) ini insya allah, kamu akan dibimbing. Meskipun seorang guru (syeikh) itu telah meninggal. Jadi seorang murid tetap punya hubungan bathin.”
Setelah gagal berangkat ke Saudi, Habib Hadi kemudian menyibukan diri bekerja membantu ayandanya ke Lombok (Nusa Tenggara Barat) sampai tahun 1974. Baru pada tahun 1975 ia berangkat ke Saudi dengan diantar langsung oleh Habib Muhammad bin Ahmad Alaydrus di Madinah. Sayang, saat itu tahun ajaran baru sudah dimulai. Ia akhirnya disuruh menunggu beberapa bulan sampai menunggu tahun ajaran baru. Habib Hadi akhirnya belajar bahasa Inggris di American School. Karena kesibukan kerja antara 1976-1979, akhirnya Habib Hadi tidak sampai berfikir lagi untuk menuntut ilmu di Madinah.
Pada tahun 1979 ia pindah ke Khobar, di kota yang terletak belahan utara Mekkah itu ia mengumpulkan jama’ah dari pekerja-pekerja yang dari Indonesia untuk belajar agama dan sesekali rutin membaca maulid. “Alhamdulilah, sembari bekerja juga bisa belajar sendiri dan juga mendatangi pengajian,”
Selama di Saudi, ia belajar sendiri dengan bertakhaluq kepada Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih, Habib Alwi bin Salim Alaydrus dan Habib Abdurrahman bin Muhammad Mauladawilah. Sekalipun belajar sendiri, Habib Hadi juga terkadang menghadiri acara-acara keagamaan yang digelar di Saudi, seperti peringatan maulid, Khataman Bukhari, silaturahmi halal bi halal dan lain-lain.
Pada tahun 1992, ia mau pulang ke Indonesia. Saat itu tanggal 27 Ramadhan ada khatam Bukhari di Masjid Nabawiy, datang para Habaib dari sekitar Saudi. Selepas shalat Ashar ada pengajian Habib Soleh Al-Muhdor. Acara ini tergolong acara yang beasr karena banyak dihadiri ulama-ulama besar seperti Syekh Abdul Qadir bin Ahmad, Sayid Maliki, Habib Zein bin Smith dan dari luar Saudi pun banyak yang hadir.
Kebetulan saat itu Habib Hadi datang bersama salah satu teman akrabnya yakni Habib Hasan bin Abdullah Som Assegaff. Habib Hasan sudah lama tinggal Saudi, sehingga ia banyak mengenalkan Habib Hadi dengan para Habaib yang hadir selepas shalat Magrib. Salah satu diantaranya adalah berkenalan dengan Habib Alwi Bilfagih (pengarang kitab-kitab sejarah dan nasab).
Saat itu Habib Alwi saat itu juga sedang mengajar kepada murid-muridnya dan juga ada seorang tua yang sedang menulis. Habib Hasan Som kemudian mengenalkannya kepada Habib Alwi Bilfagih, ”Ini Hadi Al-Kaff dari Malang.”
Kemudian Habib Alwi menyalami Habib Hadi. “Kenal Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfagih dari Malang?” tanya Habib Alwi kepada Habib Hadi.
“Itu adalah guru saya,” kata Habib Hadi.
“Syeikhi? (gurumu)?” tanyanya dengan penuh keterkejutan.
“Saya adalah murid dari Syeikh Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih,” kata Habib Hadi kepada Habib Alwi.
“Tunggu dulu,” kata Habib Alwi terburu-buru kepada Habib Hadi dan Habib Hasan untuk jangan beranjak dari majelis, karena ia akan menyelesaikan urusan dengan orang tua yang duduk tidak jauh dari mereka bertiga.
Tidak berapa lama kemudian, Habib Alwi kembali lagi dan kemudian berkata kalau Habib Abdul Qadir adalah saudara dekatnya. “Itu adalah saudara ayah saya, tapi saya belum jumpa,” katanya.
Kemudian Habib Alwi memaksa tangan Habib Hadi, ”Mana tanganmu?”
Lalu Habib Hadi karena dipaksa kemudian memberikan tangannya untuk dicium oleh Habib Alwi. Artinya, Habib Alwi sangat menghormati Habib Abdul Qadir sampai sedemikian rupa, sampai-sampai salah satu muridnya yang pernah pernah belajar kepada Habib Abdul Qadir pun diciumnya.
Sampai di hotel, Habib Hadi bertanya pada Habib Hasan Som,”Tadi, orang tua yang bertubuh kurus dan duduk di majelis Habib Alwi itu siapa?”
“Itu adalah Habib Zein bin Smith (Medinah),” kata Habib Hasan Som.
Habib Hadi tentu terkejut, karena Habib Zein bin Smith ternyata sedang belajar kepada Habib Alwi Al-Kaff yang baru ditemuinya.
Setelah hari kedua lebaran, para habaib mengadakan silaturahim di hotel Haramain. Setelah acara, Habib Hasan Som mengenalkan lagi Habib Hadi pada yang hadir, termasuk kepada Habib Zein bin Smith. “Ini Habib Hadi Al-Kaff, tholib ilm’,” kata Habib Hasan.
“Di mana kamu belajar?” tanya Habib Zein bin Smith kepada Habi Hadi Al-Kaff.
“Saya tidak belajar. Saya bekerja di Khobar,” jawab Habib Hadi.
Habib Hasan Som berkata lagi, ”Dia belajar sendiri di rumahnya.”
“Tidak boleh. Kalau belajar agama tidak bisa belajar sendiri kecuali dengan belajar kepada syeikh (untuk membimbing). Kalau kamu belajar ilmu umum, seperti bumi, sejarah, kamu bisa belajar sendiri,” kata Habib Zein.
Habib Hadi terdiam, tapi Habib Hasan Som berkata lagi kepada Habib Zein,”Ya Habib, ia dulu pernah belajar pada Habib Abdul Qadir Bilfagih.”
“Benar?” tanya Habib Zein.
“Ya Habib,” jawab Habib Hadi.
Habib Zein kemudian tertunduk sebentar, tidak langsung jawab. Kemudian ia berkata, ”Karena kamu sudah pernah belajar pada Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih. Kamu boleh belajar sendiri,” kata Habib Zein kepada Habib Hadi.
Setelah mendapat bisayarah (isyarat kabar gembira) dari seorang alim. Habib Hadi semakin yakin, kalau selama ini dengan belajar sendiri mempelajari kitab-kitab salaf yang ada di sana masih dalam koridor bimbingan dari guru-gurunya, walaupun guru-gurunya itu telah lama wafat.
Setelah menetap lama di negeri Saudi, pada tahun 1992 ia pulang ke Indonesia. Saat itu ia tinggal di Jl Lontar Atas, Jakarta, sambil berdagang Habib Hadi juga berdakwah dari masjid ke masjid dan taklim di sekitar rumahnya selama kurang lebih lima tahun.
Pada tahun 1997, ia kemudian dipanggil sang mertua, Habib Ali bin Umar Baharun di Bondowoso untuk mengelola majelis taklim. Ia kemudian mengajar sekitar 4 tahun, beliau meninggal. Pada tahun 2002, ia berfikir untuk kembali ke Jakarta. Tapi saat singgah di Malang, Habib Hadi bertemu dengan Habib Muhammad bin Agil Ba’Agil pemimpin majelis taklim Al-Hidayah (Malang).
“Kebetulan kamu datang, sekarang saya serahkan majelis taklim ini kepada kamu,” kata Habib Muhammad.
“Ya, Habib. Sekarang saya di Bondowoso,” kata Habib Hadi.
“Kamu pindah ke Malang,” perintah Habib Muhammad.
Karena teman akrab, satu kelas di Darul Hadits akhirnya Habib Hadi mulai tahun 2002 mulai tinggal di Malang pengasuh Majelis Taklim Al-Hidayah. Majelis Taklim Al-Hidayah sendiri diketuai oleh Habib Agil bin Agil Ba’agil, Habib Ali Haidar Al-Hamid.
Habib Hadi di Kota Apel itu juga mengasuh Majelis Taklim Al-Mukhlisin tiap malam minggu ba’da Magrib (ibu-ibu) dan selepas Isya (untuk bapak-bapak). Acara berlanjut selepas Subuh. Ia juga masih mengajar tafsir Jalalain dan An-Nashoih Diniyah di Madrasah yang didirikan oleh Ustadz Alwi bin Salim Alaydrus di Bumiayu (Malang) seminggu tiga kali; Sabtu, Senin dan minggu. Selain itu ia mengajar di masjid-masjid di sekitar Malang.
Ia sebenarnya sering diminta mengajar di Pesantren Darul Lughah Wa’Da’wah (Bangil, Pasuruan) dan Darut Tauhid, tapi selama ini masih sangat berat. “Soalnya, waktunya pagi. Itu berat sekali, karena kalau malam sudah habis untuk berdakwah sehingga jarang tidur,” kata Habib Hadi.
Ia juga sering diminta oleh teman-temannya untuk menterjemahkan Shahih Sifatu Sholatul Rasulullah SAW Mina Takbir Wa Taslim Ka’anaka Tanduru ilaya (sifat shalat Rasulullah SAW sejak takbir hingga salam seolah-olah kamu menyaksikan sendiri) karangan Habib Hasan bin Ali Assegaff (Yordania). Sudah banyak orang meminta untuk menterjemahkan kitab yang sering dibawakannya. ”Insya Allah, kalau ada waktu tepat akan segera diterbitkan,” katanya.

Followers